Cerpen 1 : Hari Panjangku

Hari Panjangku
Karya  : Muhammad Iqbal Firdaus
Masa liburan pun sudah berlalu, dan aku harus kembali ke tanah rantauan untuk kembali ke rutinitas biasanya yang super sibuk dengan berbagai tugasnya, dan tak lupa kembali ke kontrakan sederhana bersama teman-teman seperjuangan di daerah orang. Di kontakan kami bersepuluh. Ada aku, Ryan, Saman, Sito, Bobby, Nafidz, Afa, Putra, Wasa, dan Narto.
Saat aku sampai di sana belum ada satupun yang datang, aku heran apakah teman-temanku yang malas apa aku yang terlalu rajin, berjam-jam aku menunggu tapi tak ada satupun dari teman-temanku yang datang, hingga malam haripun tak ada satupun yang datang. Aku mulai berpikir apakah aku salah melihat kalender dirumah.
Hari semakin malam dan suasana di kontrakanpun menjadi sangat mencekam, aku mulai merasakan sesuatu yang aneh dan akupun menjadi gelisah, di tengah malam yang mencekam ini aku mendengar suara orang mengetuk pintu, dengan perasaan takut aku berjalan menuju pintu aku mengintip dari kaca jendela, terlihat sesosok pria mengenakan jaket hitam dengan tutup kepala. Hatiku bertambah kacau, perasaan takut ini berkecamuk didalam hati, dengan perasaan was-was dan penuh ketakutan aku mencoba untuk memberanikan diri membuka pintu, ternyata pria itu adalah teman satu kontrakanku .
 Dia adalah Ryan, tetapi ada yang terlihat aneh dari dirinya mukanya dipenuhi darah  dan diapun hanya diam dan setelah kuperhatikan dia memegang sebuah kapak di tangan kanannya, dia berjalan melewatiku dengan kepala menunduk dan tertutup oleh tutup kepala yang menempel pada jaketnya. Setelah melewatiku dia berbalik badan dan aku pun kaget melihatnya menebaskan kapaknya kearah kepalaku, sontak aku menghindar dan berlari keluar kontrakan.
Aku berlari menjauhi kontrakan dan tak sadar ternyata aku sudah terjatuh ke dalam jurang, saat aku tersadar aku melihat puluhan atau bahkan ratusan orang pikirku, mereka membawa berbagai macam senjata dari senjata tumpul sampai senjata tajam, bahkan ada juga yang membawa senapan yang biasa digunakan orang-orang untuk berburu burung.
Yang ada di dalam pikiranku saat itu hanyalah berlari, berlari, dan berlari. Namun, entah apa yang menghalangiku sehingga badanku sangat susah bergerak ternyata ada empat orang yang memegangiku dan mereka adalah teman satu kontrakanku, mereka adalah Saman, Sito, Bobby dan Nafidz, aku aneh melihat muka mereka yang penuh darah bahkan muka Saman pun seperti terbakar lalu aku memberontak dan untungnya aku pernah belajar beladiri saat aku kecil, jadi aku gunakan beberapa gerakan pukulan dan tendangan yang mengarah ke muka masing-masing dari mereka, lalu mereka tumbang dan aku berlari ke atas jurang, namun yang kulihat hanyalah hutan belantara, bukan seperti tempat kontrakanku semula.
Aku merasakan mereka sedang mengejarku dan aku merasakan kalau mereka sudah ada di belakangku lalu aku berlari.
Dan aku pun seperti terjatuh dan aku pun terbangun dari tidurku ternyata aku terjatuh dari tempat tidur yang letaknya pada tingkat kedua, yang membuat teman-temanku terbangun dan mereka menyiramiku dengan air karena mereka mengira aku pingsan. Pada saat aku terbangun mereka menanyakan keadaanku dan yang aku rasakan hanyalah sakit di bagian belakangku mungkin karena aku terjatuh dari tempat tidurku.
“Apa kau tidak apa-apa?” tanya Saman.
“Aku tak apa-apa” jawabku.
“Berapa jumlah jari yang ku tunjukkan ini?” kata Sito sambil menunjukkan tiga jarinya.
“Ya aku tahu, itu tiga” jawabku
            Aku pun bergegas ke dapur dan memasak mi instan. Aku masih berkeringat karena masih terbawa mimpi semalam. Lalu aku sekolah bersama teman-temanku. Ternyata semua guru sedang melakukan rapat bulanan sehingga kami tidak belajar seharian penuh. Lalu aku menceritakan semua yang terjadi pada malam tadi termasuk mimpiku. Mereka hanya mentertawakanku dan mereka menyebutku penakut. Akhirnya waktu pulang pun tiba, kami pun pulang bersama-sama, sebelum sampai ke kontrakan, kami membeli beberapa makanan untuk malam nanti.
Setelah sampai kontrakan kami berganti pakaian dan kami segera menuju ke lapangan untuk bermain futsal bersama. Kami bermain sampai tak sadar bahwa waktu telah menunjukkan pukul 18:30, kami bergegas pulang dan karena menunggu giliran mandi kami pun jadi tidak sholat maghrib. Setelah mandi kami makan malam lalu bermain kartu hingga agak larut, dan kamipun menuju kamar dan bersiap-siap tidur, tak lama berselang ada suara orang yang menggedor-gedor pintu lalu aku pun membukanya ternyata ibu Painem si pemilik kontrakan menagih uang kontrakan yang sebenarnya sudah lama kami menunggak uang kontrakan, kira-kira 1 tahun kami menunggak. Terakhir kali kami membayar yaitu pada saat kami pertama masuk SMA dan menyewa kontrakan tersebut. Akupun memanggil teman-teman dan kami pun berbincang sejenak untuk mencari alasan untuk mengulur waktu membayar kontrakan.
“Bu, bisa gak kalau kami membayar kontrakan ini bulan depan?"kata Wasa.
“Haaaaaaaahhhhhh?” Jawab ibu Painem.
“Iya bu sekarang kami ini sudah kelas sebelas kami lagi sibuk-sibuknya mengerjakan tugas, dan tugas itu tidak sedikit yang membutuhkan modal banyak.” Tambah ku.
“Halah kalian ini banyak sekali alasan, mau membodohi orang tua kalian?” tanya ibu Painem.
“Tidak bu kami serius, kami kan sekolah di tempat yang super sibuk, jadi kami harus mengeluarkan modal.” Ujar Sito.
“Haha, sudahlah tak perlu berbelit-belit, kalian ini masih anak sekolahan tak sepantasnya berbohong, kalian kemanakan uang yang diberikan orangtua kalian? Masalah sekolah jangan kalian jadikan alasan. Pokoknya jika kalian tidak membayar uang kontrakan besok sore kalian harus pergi.” Kata ibu Painem sambil keluar dan menutup pintu dengan keras.
            Lalu, kami membicarakan tentang bagaimana solusi masalah ini.
“Bagaimana kalau kita berkemah di hutan dekat sekolah.” Ujar Sito
“Iya, itung-itung menghemat uang sewa kontrakan” Tambah Ryan
“Bagus juga usulmu To,Yan.” Jawab kami serentak.
“ Haha, maklum gua kan anak Pramuka.” Jawab Ryan dan Sito serentak pula.
            Lalu kami mengemasi barang-barang biar tidak tergesa-gesa besok pagi. Setelah selesai kamipun beristirahat. Keesokan paginya kami bercerita tentang apa yang kami mimpikan semalam ternyata kami mengalami mimpi yang sama karena terlalu asik mengobrol pada saat aku melihat jam, ternyata sudah menunjukkan jam 6:45. Kamipun langsung berlari ke sekolah.
Dan benar dugaanku, kami terlambat selain security yang ada di pintu gerbang ada juga kesiswaan yang menunggu lalu kami pun disuruh membersihkan masjid. Setelah selesai membersihkan masjid kami diperintahkan untuk pulang karena baju kami kotor dan basah, Jadi kami tidak belajar lagi. Senang hati ini bisa bebas dari kesibukan sekolah walau cuma sehari. Kami berlari menuju kontrakan, untuk mengambil barang-barang yang ada di kontrakan kami pergi meninggalkan kontrakan yang kini kosong tanpa ada yang menempati. Kami menuju hutan di dekat sekolah, dan membangun tenda untuk tempat menginap. Kami berpencar untuk mencari kayu bakar agar dapat digunakan sebagai penerang dan penghangat dimalam hari. Setelah itupun kami kembali ke tenda.
            Hari pun mulai gelap suara angin dan jangkrik yang menemani kami, ada sedikit rasa takut di benak kami, tapi kami harus bisa melawannya. Tak kami sadari bahwa Narto belum kembali ke tenda, tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki yang lesu dari luar tenda. Saman pun memberanikan diri untuk mengecek suara itu.
Dan dia pun memberitahu kepada kami kalau orang itu adalah Narto, kami langsung menghampirinya dan menggendong Narto ke dalam tenda. Saat kami berusaha bertanya kepada Narto tentang hal apa yang telah terjadi, nampak sesosok bayangan yang sangat jelas karena tertimpa cahaya api dari luar tenda. Sosok itu melemparkan sebongkah batu ke arah tenda kami, kami langsung keluar dan mencari tahu siapa yang telah melakukan hal itu. Namun, kami tidak menemukan apa-apa, seolah tidak ada orang sebelumnya. Perasaan kami pun mulai gelisah kami keluar dari tenda mencari sosok yang melakukan hal tadi. Kami pun mencari hingga kami tak tahu sedalam apa kami telah masuk ke hutan.
Kami membentuk sebuah formasi dengan bentuk memanjang. Afa yang ada di barisan paling belakang merasa ada yang mengikuti, benar dugaannya, tanpa kami sadari ada yang menariknya keluar dari formasi, selanjutnya Narto, Putra, Bobby,dan Wasa pun sudah tak ada lagi di belakang kami. Dan yang tersisa hanyalah Aku, Saman, Ryan dan Sito. Kami ketakutan dan kami memutuskan untuk kembali ke tenda. Namun, kami tak tahu berada di mana. Kami mencari tempat berteduh karena rintik hujan mulai turun.
Suasana malam itupun semakin mencekam. Kami saling berpegangan, kami ketakutan, terdengar derap kaki yang sepertinya ada lebih dari satu orang. Kami bersembunyi, dan samar-samar kami melihat kalau mereka itu adalah teman-teman kami. Saman ketakutan dan dia pun panik, dan orang-orang itupun menyadari keberdaan kami, mereka berjalan menuju kami dengan memegang tombak di tangannya. Terlihat muka mereka pucat seperti orang mati dengan mata yang sayu.
Kami pun berlari, mereka mengejar kami seperti ada yang mengendalikan tubuh mereka. Kami terjatuh ke dalam jurang dan tangan Sito patah karena jurang yang cukup dalam. Aku mengingat bahwa jurang ini seperti yang pernah ada di mimpiku. Kami terus berlari dan Sito pun ikut berlari sambil mengerang kesakitan. Tak sadar ternyata kami tiba di tenda kami. Kami mengambil beberapa barang berharga yang tertinggal lalu kami berlari keluar dari hutan tak sengaja Ryan berlari menabrak api unggun dan puntungnya mengenai tenda yang membuat kebakaran, bahkan api itu membakar hutan. Terlihat dari kejauhan hutan di belakang sekolah terbakar habis.
Kami menuju ke puskesmas terdekat untuk mengobati tangan Sito yang patah.  Akhirnya selepas dari puskesmas tangan Sito pun telah terselimuti oleh gips, untunglah puskesmas itu buka 24 jam. Kami pun menuju masjid dengan maksud untuk menumpang tidur, ternyata waktu telah menunjukkan pukul 4 pagi. Jadi, kami langsung mandi untuk membersihkan badan.
Siang harinya kami melihat hutan yang ternyata telah dipadamkan oleh petugas pemadam kebakaran, terlihat susunan kuburan-kuburan tua yang ada di hutan itu. Lalu kami bertemu dengan soerang kakek tua yang sudah lama tinggal di daerah ini. Kami pun berbincang-bincang.
“Ada kisah apa dibalik hutan ini kek?” tanya Ryan
“Ada keperluan apa kalian menanyakan tentang hutan ini?” jawab kakek.
“Kami hanya ingin tau kek, kami malam tadi mengalami hal yang tidak wajar di hutan ini, dan teman kami ada yang menjadi korban.” sahutku.
“Apakah kalian penyebab semua ini?” tanya kakek.
“Maaf kek kami tidak bermaksud melakukan itu, kami hanya berkemah di hutan itu.” tambah Sito.
“Hutan ini punya cerita, dulu hutan ini sering dipakai sebagai tempat pesugihan, tiap bulannya pasti ada orang yang meninggal dihutan ini, dan banyak yang mengatakan kalu mereka yang meninggal adalah tumbal. Namun, lebih dari satu tahun yang lalu tempat ini tidak lagi digunakan sebagai tempat pesugihan, tetapi mungkin mereka yang meninggal disini ingin membalaskan dendamnya. Dan teman kalianlah yang menjadi sasaran balas dendamnya.” Jelas kakek.
“Apakah cerita itu benar kek?” tanya Saman.
“Iya, cerita itulah yang telah beredar di daerah ini.” jawab kakek.

            Kami pun memutuskan untuk kembali ke daerah asal kami dan menceritakan apa yang telah terjadi pada kami selama ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Letak Geografi Indonesia

Cerpen 3 : i-phone LOVE