Cerpen 3 : i-phone LOVE
i-phone LOVE
by: Andes Saputra
by: Andes Saputra
Nama
gue Hendra. Umur gue 17 tahun, sekarang gue duduk di kelas 12 sememster 5 sma
negeri favorit di tempat gue. Orang tua gue bekerja sebagai penambang minyak di
kampung gue. Gue sekarang ngekost di tempat
yang gak jauh dari sma gue. Awalnya gue pikir jadi anak rantauan akan
buat gue hidup melarat dan susah. Tapi, setelah 3 bulan gue jalani ternyata
jadi anak rantau gak terlalu melarat. Sekarang gue selain sekolah juga berkerja
di sebuah café sebagai penyanyi, hasil dari pekerjaan gue itu cukup untuk gue
hidup cukup mewah di tempat rantau. Gue punya satu sahabat disini yang setia
dengeri keluh kesah gue selama ini, meskipun gak gratis sih, setiap abis gue
curhat gue harus bayar tu anak dengan makan. Namanya indra, dengan badan tinggi
besar dan wajah seperti seorang tentara. Tapi, gue akui dia temen yang baik.
Saat
ini anak-anak sma gue sering ngomngi yang namanya i-phone. Sekarang ini sepertinya itu telah menyihir anak-anak sma
gue. Semua orang pengen punya itu barang, termasuk gue sih. Hari ini gue
bermaksud nemuin sih Indra buat ngobrol tentang tu handphone canggih. Setelah mandi gue pun menelpon dia,
“Hey dut, loh di mana sekarang? Gue butuh eloh ni!” Tanya gue.
“Gue lagi di restaurant dekat sma kita nih, ada apaan loh butuh gue ni? Tau kan gue gak gratis??” Jawabnya dengan mulut penuh makanan.
“Eh gila loh, sama temen aja gitu banget.”
“Temen ya temen, bisnis ya bisnis dong, hehehe!”
“Terserah loh deh, gue ke sana sekarang.” Jawab ku sambil menutup telepon.
Sekitar 10 menit jalan kaki gue pun tiba di tempat yang ia sebut restaurant tetapi lebih mirip warung tegal.
“Hey dut, makan aja kerjaan loh, kerja sono.” Sapa ku.
“Eleh, ini hari libur bego, mana ada orang kerja. Oh iya ada apaaan loh kesini? Kayaknya penting banget.” Tanya Indra penasaraan.
“Jadi gini dut, kan sekarang yang namanya i-phone tu lagi hits banget, nah gue lagi nyari tu handphone, tapi tau sendiri lah gue kan anak rantau jadi butuh harga yang sesuai dengan kantong. Loh kan punya banyak temen jadi kalau ada yang bisa jual yah harga miringlah.”
“Oh itu mah gampang, tp ingat ya komisi gue 5% dari harga tu handphone, deal?”
“Ah gila loh dut. Sma temen gitu amat.”
“Yah kalau gak mau ya gak apa-apa” jawabnya singkat.
“Ok deh deal.”
“Nah gitu kan keren.”
“Udah ya gue mau pulang, entar kabari aja ya.” Tutup gue sebelum pulang.
“Hey dut, loh di mana sekarang? Gue butuh eloh ni!” Tanya gue.
“Gue lagi di restaurant dekat sma kita nih, ada apaan loh butuh gue ni? Tau kan gue gak gratis??” Jawabnya dengan mulut penuh makanan.
“Eh gila loh, sama temen aja gitu banget.”
“Temen ya temen, bisnis ya bisnis dong, hehehe!”
“Terserah loh deh, gue ke sana sekarang.” Jawab ku sambil menutup telepon.
Sekitar 10 menit jalan kaki gue pun tiba di tempat yang ia sebut restaurant tetapi lebih mirip warung tegal.
“Hey dut, makan aja kerjaan loh, kerja sono.” Sapa ku.
“Eleh, ini hari libur bego, mana ada orang kerja. Oh iya ada apaaan loh kesini? Kayaknya penting banget.” Tanya Indra penasaraan.
“Jadi gini dut, kan sekarang yang namanya i-phone tu lagi hits banget, nah gue lagi nyari tu handphone, tapi tau sendiri lah gue kan anak rantau jadi butuh harga yang sesuai dengan kantong. Loh kan punya banyak temen jadi kalau ada yang bisa jual yah harga miringlah.”
“Oh itu mah gampang, tp ingat ya komisi gue 5% dari harga tu handphone, deal?”
“Ah gila loh dut. Sma temen gitu amat.”
“Yah kalau gak mau ya gak apa-apa” jawabnya singkat.
“Ok deh deal.”
“Nah gitu kan keren.”
“Udah ya gue mau pulang, entar kabari aja ya.” Tutup gue sebelum pulang.
Pagi-pagi
sekali hp gue berbunyi, gue lihat jam belom genap jam 4 pagi, gue langsung
mencari keberadaan hp gue. Gue lihat telepon itu dari Indra.
“Eh gila ini jam berapa? Loh nelpon gak pakek otak ya?!” Teriak gue kesal.
“Maaf bro, jadi gini nih, i-phone yang loh mau gue udah dapat ni. Harganya 12 juta aja bro, gimana mau gak loh?” Jawabnya dengan gaya rayuannya.
“Itu mah masih mahal dut, gue cari yang lebih murah lagi.”
“Harga segitu sudah paling murah bro.”
“Ok ok deh, pulang sekolah nanti gue lihat barangnya, kita ketemu di tempat biasa.” Jawabku sambil menarik selimut dan melanjutkan tidur.
seperti rutinitas biasa pagi-pagi gue bersiap kesekolah dan menghabiskan waktu sehari gue di sekolah. Siang gue di habiskan hanya untuk membaca dan membaca, maklumlah UN adalah kata yang sangat menakutkan bagi kami saat ini. Jam sekolahpun berakhir, sebelum gue pergi ke café tempat gue kerja terlebih dahulu gue nemuin Indra untuk liat tu i-phone.
“Hey dut, mana tu i-phone? Cepet, gue mau kerja nih.”
“Santai bro, ini.” Jawabnya sambil memberikan i-phone warna hitam dari kantongnya.
“Bagaimana? Baguskan? Masih baru ini!” tambahnya.
“Gak kurang lagi ini harganya dut?” jawab gue. Gue tertarik sih sama tu i-phone karena itu barang masih bagus, dan sepertinya itu i-phone belom lama di pakai.
”Nah, untuk harganya gak bisa kurang lagi bro. ini baru bro, loh gak bakal rugi deh.” Rayunya yang membuatku risih.
“Ok deh gue ambil, pembayaran nanti gue transfer. Sama persenan loh juga.”
“Gue tunggu ya bro” Jawabnya dengan wajah sumbringah.
“Ok” Jawabku singkat dan berjalan meninggalkannya untuk pergi ketempat kerja gue.
“Eh gila ini jam berapa? Loh nelpon gak pakek otak ya?!” Teriak gue kesal.
“Maaf bro, jadi gini nih, i-phone yang loh mau gue udah dapat ni. Harganya 12 juta aja bro, gimana mau gak loh?” Jawabnya dengan gaya rayuannya.
“Itu mah masih mahal dut, gue cari yang lebih murah lagi.”
“Harga segitu sudah paling murah bro.”
“Ok ok deh, pulang sekolah nanti gue lihat barangnya, kita ketemu di tempat biasa.” Jawabku sambil menarik selimut dan melanjutkan tidur.
seperti rutinitas biasa pagi-pagi gue bersiap kesekolah dan menghabiskan waktu sehari gue di sekolah. Siang gue di habiskan hanya untuk membaca dan membaca, maklumlah UN adalah kata yang sangat menakutkan bagi kami saat ini. Jam sekolahpun berakhir, sebelum gue pergi ke café tempat gue kerja terlebih dahulu gue nemuin Indra untuk liat tu i-phone.
“Hey dut, mana tu i-phone? Cepet, gue mau kerja nih.”
“Santai bro, ini.” Jawabnya sambil memberikan i-phone warna hitam dari kantongnya.
“Bagaimana? Baguskan? Masih baru ini!” tambahnya.
“Gak kurang lagi ini harganya dut?” jawab gue. Gue tertarik sih sama tu i-phone karena itu barang masih bagus, dan sepertinya itu i-phone belom lama di pakai.
”Nah, untuk harganya gak bisa kurang lagi bro. ini baru bro, loh gak bakal rugi deh.” Rayunya yang membuatku risih.
“Ok deh gue ambil, pembayaran nanti gue transfer. Sama persenan loh juga.”
“Gue tunggu ya bro” Jawabnya dengan wajah sumbringah.
“Ok” Jawabku singkat dan berjalan meninggalkannya untuk pergi ketempat kerja gue.
Sepulang dari kerja gue langsung buka-buka
lagi i-phone yang baru gue beli tadi
sore. Sialnya ternyata e-mail yang telah terdaftar tidak dapat dirubah, jadi
semuanya tetap atas nama pemilik sebelumnya, tetapi aku pikir semua itu tidak
akan masalah. Dengan bangga gue langsung menulis pin baru gue itu di setiap
akun social media yang gue. Tidak
butuh waktu lama kontakgue pun mencapai angka ratusan.
Seminggu
pun berlalu, meskipun dengan i-phone
baru gue tetap jomblo, ternyata handphone
mahal gak menjamin hidup gue.
kringg…kringgg....
bunyi handphone gue di tangah malam, gue pun bertanya siapa sih yang belom tidur jam segini. Dengan mata yang masih mengantuk gue pun membuka dan membaca isi pesan tersebut, ternyata itu dari seorang wanita yang bernama Adel. Gue tidak mengenal siapa wanita itu, aku membuka pesan tersebut,
“Cepat kesini!!!”
“Gue beri loh waktu 10 menit, datang atau polisi yang jemput loh!!”
“Gue di café deket mall Mutiara.”
isi pesan tersebut membuat gue semakin bingung dengan sosok Adel, gue berusaha mengingat teman-teman yang bernama Adel. Tapi, gue tetap tidak tahu siapa Adel ini.
“Mungkin ia hanya ingin berkenalan,” ucapku sambil mengambil jaket dan pergi menemui Adel.
kringg…kringgg....
bunyi handphone gue di tangah malam, gue pun bertanya siapa sih yang belom tidur jam segini. Dengan mata yang masih mengantuk gue pun membuka dan membaca isi pesan tersebut, ternyata itu dari seorang wanita yang bernama Adel. Gue tidak mengenal siapa wanita itu, aku membuka pesan tersebut,
“Cepat kesini!!!”
“Gue beri loh waktu 10 menit, datang atau polisi yang jemput loh!!”
“Gue di café deket mall Mutiara.”
isi pesan tersebut membuat gue semakin bingung dengan sosok Adel, gue berusaha mengingat teman-teman yang bernama Adel. Tapi, gue tetap tidak tahu siapa Adel ini.
“Mungkin ia hanya ingin berkenalan,” ucapku sambil mengambil jaket dan pergi menemui Adel.
Sekitar 5 menit gue pun sampai di tempat yang
ia janjikan, gue pun langsung mencari di mana wanita tersebut.
“Hey dimana loh?”
“Gue udah sampai di tempat yang loh mau nih.” Pesan singkatku melalui BBM.
“Gue duduk di meja no 4, baju putih. Cepat kesini!” jawabnya singkat.
Dari kejauhan gue meihat wanita tinggi, putih, dan mewah. Gue sedikit tidak mengenal wanita itu. Gue pun langsung mendatangi meja itu.
“Hey, gue Hendra. Oh yang nyuruh gue kesini.” Sapa gue dengan lembut.
“Gue gak cari loh! Mana temen loh!” Bentaknya dan mengabaikan sapaanku.
“Temen gue yang mana?” Tanyaku yang kebinggungan.
“Sudahlah loh gak usah menyemuin temen loh yang bejat itu.”
“Seius gue gak tau.”
“Cepet kasih tau atau oh yang bakal gantiin tempatnya.”
Gue yang semakin penasaran dengan pertanyaan-pertanyaan yang gue benar-benar gak tau ini.
“Sumpah gue gak tau Del.”
“Ok, selama loh gak kasih tau gue. Loh yang bakal gantiin tempatnya temen loh itu.” Jawabnya sambil pergi dan memaksa gue untuk mebayar makanan mahalnya itu. Setelah membayar gue langsung pulang dan berharap ini hanya mimpi.
“Hey dimana loh?”
“Gue udah sampai di tempat yang loh mau nih.” Pesan singkatku melalui BBM.
“Gue duduk di meja no 4, baju putih. Cepat kesini!” jawabnya singkat.
Dari kejauhan gue meihat wanita tinggi, putih, dan mewah. Gue sedikit tidak mengenal wanita itu. Gue pun langsung mendatangi meja itu.
“Hey, gue Hendra. Oh yang nyuruh gue kesini.” Sapa gue dengan lembut.
“Gue gak cari loh! Mana temen loh!” Bentaknya dan mengabaikan sapaanku.
“Temen gue yang mana?” Tanyaku yang kebinggungan.
“Sudahlah loh gak usah menyemuin temen loh yang bejat itu.”
“Seius gue gak tau.”
“Cepet kasih tau atau oh yang bakal gantiin tempatnya.”
Gue yang semakin penasaran dengan pertanyaan-pertanyaan yang gue benar-benar gak tau ini.
“Sumpah gue gak tau Del.”
“Ok, selama loh gak kasih tau gue. Loh yang bakal gantiin tempatnya temen loh itu.” Jawabnya sambil pergi dan memaksa gue untuk mebayar makanan mahalnya itu. Setelah membayar gue langsung pulang dan berharap ini hanya mimpi.
Seperti
biasa pagi-pagi gue pergi sekoah, Sepulang sekolah gue langsung melihat i-phone gue, dan benar yang gue
khawatirkan ada puluhan pesan dari Adel. Adel nyuruh gue untuk malam nanti
nememui dia di sebuah tempat di dekat pantai dan seperti biasa di sertai dengan
ancaman yang mengatas namakan polisi.
Tapi gue gak memperdulikan ancaman dia itu, gue tidak membalas semua pesannya
itu dan gue tetap berkerja seperti biasa. Jam 7 gue berangkat bekerja,
tiba-tiba i-phone gue berbunyi,
“PING!!!”
“Dimana loh?”
“Cepet kesini!!” pesan singkat dari Adel.
Gue hanya membaca tanpa mebalas pesan itu. Tidak lama i-phone gue berbnyi lagi.
“Jangan anggap gue main-main !” Pesan singkat Adel yang mengacaukan pikiranku, tapi aku tetap mengabaikan pesan itu. Gue pun bekerja seperti biasa bernyanyi untuk orang-orang di café tempat gue kerja. Tetapi tepat pukul 9 malam, puluhan polisi datang mencariku. Aku takut setengah mati, badanku bergetar dan aku tidak bisa berkata apa-apa. Semua orang memandangiku penasaran, aku di giring kedalam kekantor polisi dan dimasukkan ke penjara dengan tuduhan pencurian. Aku tidak pernah mengambil atau mencuri barang orang lain, dan aku sangat binggung dengan tuduhan itu.
“PING!!!”
“Dimana loh?”
“Cepet kesini!!” pesan singkat dari Adel.
Gue hanya membaca tanpa mebalas pesan itu. Tidak lama i-phone gue berbnyi lagi.
“Jangan anggap gue main-main !” Pesan singkat Adel yang mengacaukan pikiranku, tapi aku tetap mengabaikan pesan itu. Gue pun bekerja seperti biasa bernyanyi untuk orang-orang di café tempat gue kerja. Tetapi tepat pukul 9 malam, puluhan polisi datang mencariku. Aku takut setengah mati, badanku bergetar dan aku tidak bisa berkata apa-apa. Semua orang memandangiku penasaran, aku di giring kedalam kekantor polisi dan dimasukkan ke penjara dengan tuduhan pencurian. Aku tidak pernah mengambil atau mencuri barang orang lain, dan aku sangat binggung dengan tuduhan itu.
Satu
malam gue tidur di di tempat yang tidak pernah gue pikirkan akan gue masuki. Di
pagi harinya, gue lihat sosok wanita dengan pakaian serba putih yang gue
rasanya gak asing. Benar saja itu Adel, dia menghampiri gue yang masih terlihat
ketakutan.
“Gimana? Masih mau gak ngikuti perkataan gue?” Sapanya yang sama sekai idak membuat gue tenang.
“Jadi ini kerjaan loh?” Tanya gue dengan penasaran.
“Ya. Salah sendiri gak dengeri kata-kata gue.”
“Pliss Del lepasin gue, gue gak betah disini.” Kataku memelas kasihannya.
“Ok. Gue lepasin dengan syarat loh bakal ngikuti apa aja yang gue mau.”
Tanpa pikir panjang gue menyetujui syaratnya itu, tanpa tahu apa kesalahan gue.
“Gimana? Masih mau gak ngikuti perkataan gue?” Sapanya yang sama sekai idak membuat gue tenang.
“Jadi ini kerjaan loh?” Tanya gue dengan penasaran.
“Ya. Salah sendiri gak dengeri kata-kata gue.”
“Pliss Del lepasin gue, gue gak betah disini.” Kataku memelas kasihannya.
“Ok. Gue lepasin dengan syarat loh bakal ngikuti apa aja yang gue mau.”
Tanpa pikir panjang gue menyetujui syaratnya itu, tanpa tahu apa kesalahan gue.
Bulan-bulan
yang buruk pun terus berlalu, 1 semester gue lewati hanya untuk menjadi
pembantu Adel, wanita yang sangat benci. Gue berhenti dari pekerjaan gue dan
gue gak jarang masuk sekolah demi memuaskan hati Adel. Ujian Nasional terlewati
dan hasilnya sangat buruk tapi gue masih bersyukur tetap bisa lulus. Meskipun
sekolah telah berakhir tetapi urusan gue dengan Angel tetap berjalan. Seperti
biasa setiap malam gue harus nemenin dia buat poya-poya di tempat-tempat mewah.
Perpisahan
di sekolah akan berlangsung sehari lagi, dan gue berpikir gue juga harus pisah
dengan Adel demi masa depan gue. Gue berniat akan membicarakanya malam ini.
Seperti biasa setelah makan malam ia memberi tahu sebuah alamat dan memintaku
untuk datang.
“Indah café, cepat!” Pesan singkatnya malam ini.
Seperti biasa gue pun langsung menemuinya dengan cepat.
“Tumben loh datang tepat waktu?” Tanyanya yang seakan-akan mengejek.
“Iya dong, setiap hari juga gitu kan.”
“Hehehe.” Jawabnya yang sekaligus tawa pertamanya padaku, Adel ternyata sangat cantik saat tertawa.
Malam ini kami mengobrol hingga gue lupa yang gue hadapi sekarang ini adalah wanita yang buat hidup gue satu semester hancur. Malam ini juga merasakan kalau Adel adalah wanita yang sangat sempurna. Tetapi malam ini gue harus katakan kalau gue harus pergi.
“Del?” Kataku dengan wajah serius.
“Iya kenapa? Kok wajahnya berubah gitu?” Jawabnya dengan nada ejekan.
“Jadi begini, besok adalah hari perpisahan gue di sekolah. Gue bakal ngelanjuti sekolah gue di Ibukota. Gue kayaknya gak bisa lagi nemenin oh pergi-pergi.”
“oh begitu.” Jawab Adel singkat.
“Gak apa-apakan?” Tanya gue.
“Ok. Tapi gue mau cerita sebelum loh pergi. Jadi gini, sebenarnya pemilik i-phone lama loh itu adalah temen gue, dia yang nyuri mobil gue. Gue terus nyariin dia. Tapi yang datang loh, jadi loh yang kena sasaran gue. Maaf ya gara-gara gue hidup oh jadi berantakan. Sebenarnya yang masukin loh kepolisi tu oom gue.”
“Iya Del gak apa-apa.” Meskipun dalam hati gue kesal setengah mati.
“Gue boleh minta satu lagi gak sama oh?”
“Apa itu Del?” Jawab gue.
“Gue pernah denger loh nyanyi di café, suara loh bagus. Gue minta besok loh nyanyiin satu lagu, gue bakal lihat loh besok.” Jawab Adel.
“Ok deh. Datang ya besok.”
“Gue pulang dulu ya Dra.” Tutup Adel sambil meninggalkanku.
“Indah café, cepat!” Pesan singkatnya malam ini.
Seperti biasa gue pun langsung menemuinya dengan cepat.
“Tumben loh datang tepat waktu?” Tanyanya yang seakan-akan mengejek.
“Iya dong, setiap hari juga gitu kan.”
“Hehehe.” Jawabnya yang sekaligus tawa pertamanya padaku, Adel ternyata sangat cantik saat tertawa.
Malam ini kami mengobrol hingga gue lupa yang gue hadapi sekarang ini adalah wanita yang buat hidup gue satu semester hancur. Malam ini juga merasakan kalau Adel adalah wanita yang sangat sempurna. Tetapi malam ini gue harus katakan kalau gue harus pergi.
“Del?” Kataku dengan wajah serius.
“Iya kenapa? Kok wajahnya berubah gitu?” Jawabnya dengan nada ejekan.
“Jadi begini, besok adalah hari perpisahan gue di sekolah. Gue bakal ngelanjuti sekolah gue di Ibukota. Gue kayaknya gak bisa lagi nemenin oh pergi-pergi.”
“oh begitu.” Jawab Adel singkat.
“Gak apa-apakan?” Tanya gue.
“Ok. Tapi gue mau cerita sebelum loh pergi. Jadi gini, sebenarnya pemilik i-phone lama loh itu adalah temen gue, dia yang nyuri mobil gue. Gue terus nyariin dia. Tapi yang datang loh, jadi loh yang kena sasaran gue. Maaf ya gara-gara gue hidup oh jadi berantakan. Sebenarnya yang masukin loh kepolisi tu oom gue.”
“Iya Del gak apa-apa.” Meskipun dalam hati gue kesal setengah mati.
“Gue boleh minta satu lagi gak sama oh?”
“Apa itu Del?” Jawab gue.
“Gue pernah denger loh nyanyi di café, suara loh bagus. Gue minta besok loh nyanyiin satu lagu, gue bakal lihat loh besok.” Jawab Adel.
“Ok deh. Datang ya besok.”
“Gue pulang dulu ya Dra.” Tutup Adel sambil meninggalkanku.
Acara
perpisahanpun dimulai, berbeda dengan yang lain gue tidak hanya berpisah dengan
teman dan guru tetapi juga dengan seseorang yang sekarang aku sadar aku
mencintainya. Semua acara Formal satu persatu selesai, hingga tiba giliran ku
untuk menepati janjiku pada Adel.
“Perwakilan dari kelas XII, Hendra.” Teriak pembawa acara yang memecah lamunan ku terhadap Adel. Sembari berjalan menuju panggung aku terus melihat sekeliling mencari di mana Adel. Ketika di atas panggung aku melihatnya dengan pakaiannya yang serba putih, duduk di sudut gedung perpisahan. Aku pun langsung memulainya dengan sebuah kata-kata,
“Ya terima kasih untuk semuanya, yang telah memberi saya semangat di sini. Terima kasih untuk teman-teman yang telah mendukung saya di sini. Saya di sini akan menyanyikan sebuah lagu dengan gitar saya yang tua ini, lagu ini gue persembahkan untuk seorang wanita yang berada disini. Ia adalah yang membuat hari-hari terkahir saya disini berantakan. Dia adalah wanita egois, keras kepala, dan sangat mengesalkan. Tetapi di balik semua itu dia adalah wanita yang membuat saya jatuh cinta.”
Semua orang terdiam, dan gitarku pun langsung ku mainkan untuk mengawali nyanyianku,
“Perwakilan dari kelas XII, Hendra.” Teriak pembawa acara yang memecah lamunan ku terhadap Adel. Sembari berjalan menuju panggung aku terus melihat sekeliling mencari di mana Adel. Ketika di atas panggung aku melihatnya dengan pakaiannya yang serba putih, duduk di sudut gedung perpisahan. Aku pun langsung memulainya dengan sebuah kata-kata,
“Ya terima kasih untuk semuanya, yang telah memberi saya semangat di sini. Terima kasih untuk teman-teman yang telah mendukung saya di sini. Saya di sini akan menyanyikan sebuah lagu dengan gitar saya yang tua ini, lagu ini gue persembahkan untuk seorang wanita yang berada disini. Ia adalah yang membuat hari-hari terkahir saya disini berantakan. Dia adalah wanita egois, keras kepala, dan sangat mengesalkan. Tetapi di balik semua itu dia adalah wanita yang membuat saya jatuh cinta.”
Semua orang terdiam, dan gitarku pun langsung ku mainkan untuk mengawali nyanyianku,
“Sebelumnya tak ada yang mampu
mengajakku untuk bertahan
di kala sedih.
Sebelumnya ku ikat hatiku
hanya untuk aku seorang
Sekarang kau di sini hilang rasanya
Semua bimbang tangis kesepian.
Kau buat aku bertanya
Kau buat aku mencari
Tentang rasa iniAku tak mengerti
Akankah sama jadinya
bila bukan kamu.
Lalu senyummu menyadarkanku
Kau cinta pertama dan terakhirku
Sebelumnya tak mudah bagiku
Tertawa sendiri di kehidupan
Yang kelam ini
Sebelumnya rasanya tak perlu
Membagi kisahku saat ada yang mengerti
Sekarang kau di sini hilang rasanya
Semua bimbang tangis kesepian.
Bila suatu saat kau harus pergi
Jangan paksa aku 'tuk cari yang lebih baik
Karena senyummu menyadarkanku
Kaulah cinta pertama dan terakhirku.”
mengajakku untuk bertahan
di kala sedih.
Sebelumnya ku ikat hatiku
hanya untuk aku seorang
Sekarang kau di sini hilang rasanya
Semua bimbang tangis kesepian.
Kau buat aku bertanya
Kau buat aku mencari
Tentang rasa iniAku tak mengerti
Akankah sama jadinya
bila bukan kamu.
Lalu senyummu menyadarkanku
Kau cinta pertama dan terakhirku
Sebelumnya tak mudah bagiku
Tertawa sendiri di kehidupan
Yang kelam ini
Sebelumnya rasanya tak perlu
Membagi kisahku saat ada yang mengerti
Sekarang kau di sini hilang rasanya
Semua bimbang tangis kesepian.
Bila suatu saat kau harus pergi
Jangan paksa aku 'tuk cari yang lebih baik
Karena senyummu menyadarkanku
Kaulah cinta pertama dan terakhirku.”
“Ya.
Dia adalah cinta pertamaku. Dia adalah orang yang membuat ku jatuh cinta untuk
pertama kalinya. Cinta yang sangat aneh karena cinta pada orang telah menjajah
hidupku.”
Aku melihat kearah tempatnya duduk, kulihat ia meneteskan air matanya, aku langsung turun dan menemuinya. Tapi sayangnya dia pun angsung keuar dan langsung pergi dari tempat itu tanpa ada sedikit pun kata yang terucap.
Aku melihat kearah tempatnya duduk, kulihat ia meneteskan air matanya, aku langsung turun dan menemuinya. Tapi sayangnya dia pun angsung keuar dan langsung pergi dari tempat itu tanpa ada sedikit pun kata yang terucap.
Setelah acara itu aku tidak pernah
lagi melihat sosok Adel. Dia memang wanita yang membuat ku gila saat ini.
Seminggu berlalu tanpa kabar darinya, akupun esok akan pergi untuk meanjutkan
kuliahku. Malam ini aku ingin menemuinya, tapi takdir berkata lain. Adel pergi
entah kemana, aku hanya menemui sebuah surat kecil darinya.
“Hendra, lelaki bodoh yang tidak bisa apa-apa. Mungkin saat kau menerima surat ini aku sudah tidak ada lagi di dekatmu. Maaf, aku pergi. Tidak perlu mencariku dimana. Suatu saat nanti Tuhan yang kan menyatukan kita sayang. Kita akan bertemu suatu saat nanti, dan di saat itu aku masih milikmu. I Love you sayang.” Isi surat kecil yang telah di penuhi oleh air mataku.
“Hendra, lelaki bodoh yang tidak bisa apa-apa. Mungkin saat kau menerima surat ini aku sudah tidak ada lagi di dekatmu. Maaf, aku pergi. Tidak perlu mencariku dimana. Suatu saat nanti Tuhan yang kan menyatukan kita sayang. Kita akan bertemu suatu saat nanti, dan di saat itu aku masih milikmu. I Love you sayang.” Isi surat kecil yang telah di penuhi oleh air mataku.
Setelah kejadian itu gue memutuskan untuk pergi dan kuiah di Ibukota,
5 tahun waktu berlalu dan gue tetap tidak bisa melupakan kejadian itu. Aku
lulus S1 dengan nilai terbaik di antara teman-temanku. Aku mendapatkan
pekerjaan sebagai Direktur utama di sebuah perusahaan properti yang cukup
terkenal di Indonesia.
Hari ini gue di beri tugas untuk menghadiri rapat di Singapura. Rapat itu berangsung singkat karena semua yang menghadiri rapat setuju dengan usu yang gue usulkan. Sebelum pulang ke Indonesia gue memutuskan untuk berkeliing dan menikmati kereta cepat khas singapura. Ketika gue ingin menaiki MRT gue melihat sosok wanita yang tidak asing di mata gue. Gue berusahamengingat sosok tersebut. Ya, ternyata Adel, aku langsung berlari menuju ke arahnya. Tapi cepatnya kereta datang membuat ku tidak bisa menghampirinya. Setelah kereta pergi gue tidak melihat lagi sosok Adel. Aku berpikir jika itu hanya khayalan ku. Saat ku memutarkan badan gue untuk pergi, gue lihat Adel teah tepat di depanku. Ia langsung memeuk erat tubuhku, aku hanya bisa diam tanpa berkata-kata.
“Ini cara Tuhan untuk kita sayang.” Ucap lembutnya di telingaku dan gue pun hanya bisa mengangguk.
Hari ini gue di beri tugas untuk menghadiri rapat di Singapura. Rapat itu berangsung singkat karena semua yang menghadiri rapat setuju dengan usu yang gue usulkan. Sebelum pulang ke Indonesia gue memutuskan untuk berkeliing dan menikmati kereta cepat khas singapura. Ketika gue ingin menaiki MRT gue melihat sosok wanita yang tidak asing di mata gue. Gue berusahamengingat sosok tersebut. Ya, ternyata Adel, aku langsung berlari menuju ke arahnya. Tapi cepatnya kereta datang membuat ku tidak bisa menghampirinya. Setelah kereta pergi gue tidak melihat lagi sosok Adel. Aku berpikir jika itu hanya khayalan ku. Saat ku memutarkan badan gue untuk pergi, gue lihat Adel teah tepat di depanku. Ia langsung memeuk erat tubuhku, aku hanya bisa diam tanpa berkata-kata.
“Ini cara Tuhan untuk kita sayang.” Ucap lembutnya di telingaku dan gue pun hanya bisa mengangguk.
Setelah kejadian itu kami pun
kembali mengulang hubungan kami yang terputus dulu. Kami memutuskan untuk
membangun rumah tangga. Rumah yang di
penuhi cinta. Sekarang pernikahan kami telah berjalan 10 tahun dan kami di
anugrai 2 orang anak seorang Pangeran dan Permaisuri di kerajaan cinta kami.
Komentar
Posting Komentar